Desa Legokherang |
Goa Jepang di Desa Legokherang - Menurut sejarah dan cerita dari kakek nenek zaman dulu, negara Indonesia pernah dijajah oleh negara Jepang pada tahun 1942 sampai 1945. Dalam sejarah menjelaskan bahwa pada masa penjajahan Jepang ada sebuah kegiatan kerja paksa yang bernama Romusha.
Saat itu banyak rakyat Indonesia yang dipekerjakan secara paksa untuk membangun berbagai fasilitas di antaranya jalan dan Goa persembunyian. Rakyat yang dipekerjakan adalah pemuda dari pedesaan. Awalnya romusha dilakukan secara sukarela, namun pada akhirnya menjadi sebuah kerja paksa dan banyak terjadi penyiksaan. Tidak sedikit rakyat yang meninggal dunia saat menjadi pekerja paksa.
Setelah negara Indonesia merdeka, banyak sisa atau peninggalan penjajahan yang masih ada seperti bangunan, jalan, dan goa. Peninggalan zaman penjajahan menjadi saksi bisu terjadinya tindak kekejaman selama bumi Pertiwi ini dijajah.
Setiap tempat yang pernah disinggahi tentara sekutu Jepang sebagian banyak memiliki peninggalan sejarah. Sisa penjajahan tersebut ada yang masih utuh dan menjadi tempat wisata sejarah, ada pula yang hilang karena termakan alam atau dirusak oleh manusia.
Salah satu peninggalan sejarah zaman penjajahan Jepang ada di Desa Legokherang, Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.
Peninggalan sejarah zaman penjajahan tersebut adalah berupa dua buah goa Jepang. Ukurannya tidak sebesar goa Jepang pada umumnya, bentuknya pun tidak permanen dan hanya berbentuk lubang di dalam tanah.
Oleh masyarakat setempat goa tersebut diberi nama Liang(lubang) Nippong(Nippon), kenapa diberi nama Liang Nippong? Jawabannya karena goa tersebut dibentuk pada masa penjajahan tentara Nippon/tentara Jepang.
Dua Goa Peninggalan Zaman Penjajahan Jepang
Lokasi kedua goa Jepang tersebut ada di dua tempat yang berbeda dan keduanya memiliki fungsi yang berbeda pula. Goa atau Liang Nippong yang pertama ada di puncak bukit yang dikenal dengan nama Pasirmunjul. Lebih tepatnya ada di sebelah timur kampung Babakan, Desa Legokherang.
Lubang masuk menuju Goa turun kebawah tanah dan ukurannya tidak terlalu besar dengan panjang hanya sekitar 10 Meter. Di ujung Goa tembus mengarah ke jalan dan kampung di sebrangnya. Kampung tersebut merupakan akses masuk ke Desa Legokherang dan lobang ujung goa pun berbentuk kecil atau hanya bisa masuk kepala.
Fungsi goa ini diduga sebagai tempat pengintaian musuh yang akan masuk ke daerah tersebut. Jadi menurut dugaan fungsi goa tersebut adalah sebagai tempat penjagaan atau pengintaian musuh yang akan masuk ke wilayah kekuasaan tentara Nippon.
Sangat disayangkan keberadaan goa ini sudah tidak berbentuk lagi karena mulut goa sudah di timbun tanah oleh pengelola kebun bukit Pasirmunjul dan ditanami pohon pisang. Sebetulnya goa peninggalan masa penjajahan Jepang ini kalau dirawat dan dilestarikan akan menjadi tempat wisata sejarah.
Meskipun bentuknya kecil dan sederhana, sejarah yang tersimpan di lokasi ini memiliki arti yang sangat besar dalam sejarah perjuangan Indonesia. Seandainya ada usaha untuk dilestarikan, timbunan tanah bisa digali dan lubang goa tersebut masih ada.
Goa Jepang atau Liang Nippong yang kedua ada dikawasan perkebunan di sebuah kaki gunung Subang. Lebih tepatnya di perkebunan milik warga di daerah Jeruk mipis.
Jeruk mipis ini nama lokasi yang diambil dari nama buah Jeruk mipis(jeruk nipis) berjarak 500 meter dari pusat Desa Legokherang. Goa Jepang ini bentuknya berbeda dengan goa yang ada di bukit Pasirmunjul karena ini berada di sebuah tebing dan tidak ada tembusannya.
Dilihat dari bentuknya, fungsi goa ini diduga digunakan sebagai tempat berlindung atau bisa juga sebagai markas karena berlokasi di bawah kaki gunung dan tidak ada tempat untuk pengintaian.
Tidak jauh dari goa tersebut ada dua buah tungku besar yang terbuat dari tembok yang diperkirakan sebagai tempat masak atau dapur umum untuk mengolah masakan. Lokasinya 50 meter dari goa, yaitu berada dekat sumber mata air yang di beri nama Cai Girang(Cai memiliki arti air, sedangkan girang berarti hulu) atau bisa diartikan hulu atau mata air.
Tapi, kedua tungku tersebut sudah hilang karena dipugar oleh pemilik kebun, sementara goa atau liang Nippong masih ada. Saat ini mulut goa sudah tertimbun tanah dan hanya menyisakan separuh lubangnya.
Untuk menjaga kelestarian peninggalan sejarah dibutuhkan kepedulian dari masyarakat sekitar dan pemerintah setempat maupun pemerintah pusat. Ada baiknya apabila tempat peninggalan sejarah ini dirawat serta dilestarikan karena suatu saat nanti akan menjadi tempat yang berharga.
Baca juga artikel tentang Tiga Situs Megalitik di Desa Legokherang
Terima kasih atas kunjungannya, silakan tinggalkan jejak di kolom komentar